Laman

Jumat, 24 Mei 2013

turn off power and reinstall the jumper in normal mode position"...?!



Cara mengatasinya adalah:

1. Matikan komputer setelah muncul pesan tersebut...!!
2. Ganti baterai CMOS...!!
Bagi yang belum faham baterai CMOS,dibawah ini adalah contoh dari baterai CMOS.


Cara mengganti baterai CMOS:
a. ambil baterai CMOS yang ada di motherboard (baterai yang lama)
b. diamkan selama 15-30 detik.
c. ganti baterai yang lam dengan baterai yang baru.

3. Setelah baterai CMOS diganti,komputer akan masuk BIOS sekali lagi.Pada saat itu,atur waktu dan tanggal,kemudian save and exit.
4. Setelah selesi mengatur waktu dan tanggal, komputer akan menampilkan pesan "turn off power and reinstall the jumper in normal mode position" lagi.
Lohh... kok tampil pesan seperti itu lagi...?! Jangan cemas....!! Matikan komputer anda dan hidupkan lagi. Setelah itu,komputer akan booting dengan normal
5. Missi selesai dan selamat mencoba semoga berhasil....!!

Rabu, 22 Mei 2013

Cara Mengatasi Error 27 (E27) dan Error 16 (E16) Canon Mp145 dan Mp160



Do you like this post? 

Sobat blogger semua kali saya akan membahas mengatasi Error 27 dan Error 16 pada Canon Mp145 dan bisa juga digunakan untuk Canon Mp160. Mengapa saya gabungkan dua artikel tentang error 27 dan error 16 bersamaan, karena kedua error ini sangat berhubungan. Ok, mari ikuti langkah-langkah dibawah ini.
  • Matikan printer kamu dan jangan cabut kabel Power.
  • Tekan dan tahan tombol STOP/RESET
  • Tekan dan tahan tombol On/Off
  • Lepas tombol STOP/RESET
  • Tekan tombol STOP/RESET 2x
  • Dan sekarang lepas semua tombol (Printer dalam posisi Service Mode, pada monitor akan muncul angka "0")
  • Setelah lampu On/Off berwarna hijau, silahkan tekan tombol STOP/RESET 4x dengan keterangan sebagai berikut ;
  1. Tekan 1x = lampu orange menyala - untuk service pattern print
  2. Tekan 2x = Lampu hijau menyala - untuk EEPROM Print
  3. Tekan 3x = Lampu Orange menyala - untuk EEPROM reset
  4. Tekan 4x = Lampu hijau menyala - untuk waste ink counter reset
  • Matikan printer dan cabut kabel power
  • Hidupkan kembali printer
Pada tahap ini sudah selesai, namun jika muncul Error 16 (E16) tidak usah khawatir, cukup tekan STOP/RESET selama lebih kurang 10 detik atau sampai printer normal kembali.

Dibawah ini adalah keterangan jika pesan Error muncul ;

E2-2 = tidak ada kertas (ASF)
E3-3 = Paper jam
E4 = tidak ada tinta/cartridge
E5-5 = ink cartridges tidak terpasang atau cartirdge yang terpasang salah (tidak compatibel)
E8 = absorber full, atau platen waste ink absorber full mita direset
E9 = hubungan ke digital camera / video camera tidak support
E14 = Ink cartridges whose destination are wrong
E15 = Ink cartridge tidak terpasang E16 - Ink remaining is unknown
E16 -E19 = masalah pada scan head alignment sheet
E22 = Carriage error
E23 = Paper feed error
E24 = Purge unit error (bagian cleaning head)
E25 = ASF(cam) sensor error
E26 = Internal temperature rise error
E27 = ink absorber full or platen waste ink absorber full > reset dengan toolsnya
E28 = Ink cartridge temperature rise error -
E29 = EEPROM error
E33 = Paper feed position error
E35 15 = USB Host VBUD overcurrent error - USB
E37 17 = motor driver tidak normal
E40 20 = hardware lain error

Antara Bung Karno dan Makhluk Ghaib


http://photos-f.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/299836_112196025547174_100002703313280_63881_2276340_s.jpgKisah Mistis Bung Karno dan Pusaka Gaib Ditengah derasnya hujan angin, sosok bung Karno yang kala itu masih menjadi bocah angon berlari kecil menelusuri jalan setapak menuju bukit gorong, yang terletak disebelah kanan sungai Penyu Cilacap, Jawa tengah. Beliau membawa satu amanat dari salah satu gurunya KH. Rifai bin Soleh Al Yamani (Hadrotul maut), Banyuwangi, Jawa Timur. Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal , hutan belantara hingga tempat wingit lainnya. Kisah ini terjadi pada jum’at legi, bulan maulud 1937H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris. Dengan kejelasan mimpinya, Bung Karno, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata. Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri. "Andika!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan" terang Nyi Blorong. Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya; "Anakku!! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan bangsa gaib yang disebut sebagai istilah/ Rijalul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan" Mustika yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang didalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal.(Bisa dilihat dalam gambar atas) symbol dari bendera merah putih/ negara Indonesia. Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobbiis dalam dunia supranatural, (7) bulan, dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana didalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul Pajajaran (suami istri) menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi- Jawa Barat. "Datanglah Nak ketempatku!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita" Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa mimpi yang barusan dialaminya adalah bagian dari kebenaran. Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889. Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karno, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal. Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin, maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin dengannya. Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, ba’da subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah. Ditengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang. Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak dikenal 1. Bernama kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris berluk- 5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen. 2. Bernama Nyai sempono, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia. 3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat. 4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca. Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarinya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam. Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil. Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temanya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada ditempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai menggangu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju suatu penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya. Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan kaliJaga dan Nyimas Nawang wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya. "Anakku!!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, Ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jadohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini,gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuataqn yang terkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun" Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dari pandangannya. Kini tinggal Bung karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan. Di dalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung karno, diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep undur/ tatkrama perpisahan. Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah/ tempat kembali semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaulo hamba/ mentaati pelaturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin. Dalam kisah ini bisa diaambil kesimpulan bahwa, segala sesuatunya bisa bermanfaat, apabila disertai kerja keras dan tetap memegang penghormatan dalam menggunakan apapun yang bersifat gaibiyah, bukan malah sebaliknya, digunakan terhadap tujuan yang kurang bermanfaat atau banyaknya berandai- andai yang mengakibatkan kita jadi malas. Kisah ini sudah mendapatkan ijin dari Ahlul Khosois, Habib Umar bin Yahya, Pekalongan, habib Nawawi Cirebon, Habib Nur, Indramayu dan Mbah Moh, dari Pertanahan Kebumen Jawa Tengah. Semoga yang kami uraikan tadi bisa diambil hikmah dan manfaatnya.

Minggu, 19 Mei 2013

Proposal Penelitian Kuantitatif: Pengaruh Emosional Inteligensi Terhadap Ahklak Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri 03 Malang

A. Latar Belakang Masalah
Pola pembangunan SDM di Indonesia selama ini terlalu mengedepankan IQ (kecerdasan intelektual) dan materialisme tetapi mengabaikan EQ (kecerdasan emosi) terlebih SQ (Kecerdasan spiritual). Pada umunya masyarakat Indonesia memang memandang IQ paling utama, dan menganggap EQ sebagai pelengkap, sekedar modal dasar tanpa perlu dikembangkan lebih baik lagi. Fenomena ini yang sering tergambar dalam pola asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan juga sekolah-sekolah negeri atau swasta pada umumnya. Maka tidak heran kalau banyak remaja siswa Madrasah Aliyah berprestasi tapi tidak sedikit kemudian mereka yang berprestasi juga menjadi siswa yang urakan dan mengabaikan tanggungjawabnya dalam menjalani proses pendidikan di sekolah, terjebak dalam pergaulan bebas, narkoba dan atau budaya tawuran sering dilakukan. Pengaruh obat-obatan terlarang, budaya kritis yang cenderung negatif karena mengurangi kesopanan pada guru dan orang tua, selama ini menjadi ciri adanya perubahan budaya pada remaja siswa di Indonesia.
Selama empat dawarsa terakhir, setiap orang dari kepala sekolah dasar hingga pengkotbah dan president telah berusaha sekuat tenaga mengatasi krisis perkembangan moral/akhlak anak-anak, tetapi makin lama keadaan justru semakin memburuk. Bila statistik untuk ini saja sudah mengejutkan, apa lagi cerita dibalik data tersebut.
Sehingga pada tahun 2003, lahirlah Undang-Undang SIKDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan awal reformasi pendidikan yang mencoba menyeimbangkan pola pembangunan SDM dengan mengedepankan SQ (Kecerdasan spiritual), EQ (kecerdasan emosi) dan tidak mengabaikan IQ (kecerdasan intelektual).[1]
Oleh karena itu, kecerdasan emosional harus slalu diasah. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa keterampilan EQ yang sama untuk membuat siswa yang bersemangat tinggi dalam belajar, atau untuk disukai oleh teman-temannya di arena bermain, juga akan membantunya dua puluh tahun kemudian ketika sudah masuk kedunia kerja atau ketika sudah berkeluarga[2].
Daniel Golman mengangkat kasus yang sangat tragis berkenaan dengan orang yang IQ-nya tinggi, tetapi sebaliknya EQ-nya sangat rendah, yang merupakan tipe-tipe akademis murni. Jason H. adalah seorang siswa SMU yang cerdas, ia memiliki cita-cita untuk memasuki fakultas kedokteran Harvard. Akan tetapi, kata Golman, karena Pologruto,guru guru fisikanya member nilai 80 kepada Jason dalam satu tes, akibanya menjadi sangat fatal. Jason beranggapan bahwa dengan nilai ia akan terhalang untuk memasuki fakultas kedokteran, karena itu dengan sebuah pisau dapur ia tusuk guru fisikanya tersebut.[3] Disinilah, seperti dikatakan oleh Golman,yang ‘pintar’ itu berubah menjadi “bodoh,” karena apa yang telah di cita-citakan, hancur berantakan karena ketidak mampuannya untuk mengendalikan diri (nafsu) sendiri.
Banyak media-media masa, dan televisi yang memberitakan tentang rendahnya kecerdasa emosional yang dimiliki remaja-remaja kita saat ini, sehingga itu berimbas pada Akhlakul karimah mareka. Seperti yang diberitakan di media net, Kompas.com:
“Lengan Riyan Sofyan (16), siswa kelas II SMK 1 Budi Utomo, nyaris putus akibat disabet celurit oleh pelajar lain dalam tawuran antarpelajar di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (10/9) siang.”[4]
Berita yang lain, “Jakarta – Warga Kabupaten Lampung heboh. Sebuah klip pemerkosaan beredar dari HP ke HP. Pelaku dan korbannya masih duduk di bangku SMP. Sungguh miris. Dalam klip video tersebut tergambar seorang anak perempuan, sebut saja namanya Bunga, dikerubuti dua teman prianya. Yang mereka lakukan sungguh tak pantas. Secara bersamaan, keduanya memperlakukan Bunga dengan kasar dan tidak patut dilakukan anak SMP.” Berdasarkan informasi yang dikumpulkan detikcom.[5]
Statistik ini dan berita-berita dalam surat kabar mencerminkan masalah-masalah yang paling gawat. Berkembangnya kesadaran akan moral/akhlak dapat berpengaruh terhadap setiap aspek dalam masyarakat kita: keharonisan dalam keluarga, kemampuan setiap sekolah dalam mengajar, keamanan di jalan, dan terpadunya nialai-nilai sosial.
Fenomena-fenomena tersebut adalah salah satu gambaran kurangnnya pengetahuan tentang diri (EQ) tidak dimiliki peserta didik kita, akibatnya terjadi “kekosongan” yang kemudian di isi oleh sentiment, kemarahan, kesombangan dan sifat-sifat buruk lainnya, yang menggerakkan untuk berbuat jahat. Dalam bahasa al-Qura’an dikatakan, barang siapa menolak pengajaran Allah, maka syaitan akan mendudukinya untuk melakukan tindakan-tindakan jahat.[6]
Mengetahui diri sendiri berarti mengetahui potensi-potensi dan kemampuan yang dimiliki sendiri, mengetahui kelemahan-kelemahan dan juga perasan dan emosi. Dengan mengetahui hal tersebut, seseorang mestinya juga bisa mendayagunakan, mengekspresikan, mengendalikan dan juga mengomunikasikan dengan pihak lain.[7]
Sekolah merupakan tempat bagaimana anak belajar berinteraksi dengan orang lain. Sekolah harus membangun budaya yang mengedepankan aspek moral, cinta kasih, kelembutan, nilai demokratis, menghargai perbedaan, berlapang dada menerima kenyataan, dan menjauhkan diri dari nilai-nilai kekerasan. Sekolah harus meningkatkan kecerdasan emosional (psikologis) yang berpengaruh terhadap faktor Akhlak (tingkah laku) siswa agar dapat mencapai tingkat mutu pendidikan.
Semua permasalahan di atas merupakan sebuah realita yang mana kecerdasan emosional itu sangat berpengaruh tehadap tingkah laku (akhlak) seseorang. Pengaruh kecerdasan emosional bisa digambarkan melalui kekuatan emosi seseorang yang bisa lebih kuat daripada kekuatan logikanya. Itu karena, otak logika berfikir kalah cepat dengan otak emosi. Yang dimaksud dengan otak emosi, adalah bagian otak yang disebut amigdala, yaitu bagian yang berproses memberikan respon berupa tindakan emosional.
Manakala terjadi sebuah peristiwa, semisal bapak guru matematika killer mengumumkan ujian mendadak di suatu pagi, seperti apa respon emosional yang ditampilkan siswa? Terkejut, wajah pucat, tangan gemetar, darah seperti berhenti mengalir. Betapa kecewa seorang anak karena semalam belum belajar. Rupanya amigdala, otak emosional anak telah bereaksi dengan begitu cepat, sebelum otak rasionalnya sempat berfikir. Nyontek! Itu satu-satunya jalan keluar, pikir amigdala.
Ketika dia tidak memiliki kesempatan untuk nyontek karena gurunya terus berdiri di depan kelas mengawasi dengan ketat. Ketegangan yang mengusik pikirannya sudah mulai reda. Keinginan untuk nyontekpun mulai goyah. Rupanya kini otak rasionalnya mulai bekerja. Dalam beberapa situasi darurat, otak emosi merespon dalam bentuk refleksi emosional. Jika pembelajaran emosi sebelumnya negatif, ia juga akan mengeluarkan reflek negatif pula dan begitu sebaliknya. Itu sebabnya, pendidikan emosi bagi amigdala harus diberikan sebaik mungkin, dimana pembelajaran emosional disampaikan melalui praktek keseharian dalam kehidupan siswa.
Permasalahan yang banyak terjadi di MAN 03 Malang adalah permasalahan yang berhubungan dengan setting/beground keluarga siswa, yang sangat mempengaruhi tingkah laku atau akhlak mereka di sekolah. Anak-anak yang memiliki permasalahan keluarga (broken home) sering mangalami stress yang berlebihan sehingga akan membuat mereka tidak besemangat dalam mengikuti pelajaran, dan berlaku acuh-tak acuh terhadap semua orang. Seperti yang terjadi pada Reni siswa kelas III jurusan bahasa ini,  dia sering tidak bersemangat dalam mengikuti setiap pelajaran, tidak disiplin dan sering membolos, sehingga membuat dia hampir di keluarkan dari sekolah. Namun berkat bimbingan-bimbingan yang dilakukan oleh pihak sekolah membuat dia berubah sampai dia bisa lulus. Inilah bagaimana sekolah sangat berperan penting dalam membentuk prilaku seiap siswa menjadi orang yang dewasa dan mandiri.
Maka dari itu, dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pembentukan akhlaknya, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti: ”Pengaruh Emosional Inteligence terhadap Akhlak Siswa kelas II MAN 03 Malang”.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, “Seberapa besar pengaruh emosional inteligence terhadap akhlak siswa kelas II MAN 03 Malang?”
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah “Untuk menjelasakan seberapa  besar pengaruh emosional intelligence terhadap akhlak siswa kelas II MAN 03 Malang.”
D. Hipotesisi Penelitian
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Hipotesis alternatif (Ha) : “semakin tinggi kecerdasa emosional siswa, maka  semakin baik pula akhlak siswa”
  2. Hipotesis nihil (Ho) : “semakin rendah kecerdasan emosional siswa, maka semakin buruk pula kecerdasan emosional siswa”
E. Mamfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :
  1. Bagi individu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa remaja untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.
  1. Bagi lembaga
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi sekolah dalam membimbing tingkah laku (akhlak) siswa. Sehingga akan menjadi manusia yang mandiri dan dewasa.
  1. Bagi ilmu pengetahuan
Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap akhlak siswa.
F. Definisi Oprasional
  1. Pengertian Pengaruh
Pengertian pengaruh menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.[8]
Dalam penelitian ini pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik secara langsung maupun tidak. Berarti yang menjadi penyebab emosional itu secara langsung atau tidak terhadap akhlak siswa.
  1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional menurut Ary Ginanjar Agustian adalah seseorang yang memiliki ketangungguhan, inisiatif, optomisme, dan kemampuan beradaptasi.[9] Hal yang senada di kemukakan oleh Goleman bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
  1. Pengertian Akhlak
Al-Ghozali mendefinisikan Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).
Jadi pengertian Akhlak dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia (akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah bukit pekerti yang tercela.

G. Identifikasi variabel penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Kecerdasan Emosional
2. Variabel terikat : Akhlak Siswa
Yang nanti akan dijabarkan kedalam beberapa indikator penelitian di tunjukkan kedalam table 1.
Tabel 1.1
Kecerdasan Emosional
  1. Mengenali emosi diri
  2. Mengelola emosi
  3. Memotivasi diri sendiri
  4. Mengenali emosi orang lain
  5. Membina hubungan. Daniel Golman dalam T. Hermaya (2007: 58-59)
Kahlak

  1. Shiddiq
  2. Istiqamah
  3. Fathanah
  4. Amanah
  5. Tablihg . Toto Tasmara (2001: 189-230)
H. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah psikologis siswa yang meliputi kecerdasan emosionalnya dan pengaruhnya terhadap akhlak (tingkah laku siswa). Berdasarkan pertimbangan peneliti dalam beberapa hal, maka penelitian ini hanya dilaksanakan pada siswa kelas II MAN 03 Malang.
I. Kerangka Konsep
Jika dibuat dalam suatu kerangka konsep, maka akan terlihat hubungan sebagai berikut:



J. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat tentang materi Emosional Inteligensi di berbagai perguruan tinggi. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat berbagai macam fokus yang ingin dianalisis, baik mengenai peranannya, hubungannya, dan urgensi emosional inteligence. Dari beberapa penelitian tentang emosional dapat desebutkan sebagai berikut.
Skripsi yang ditulis oleh Gatot Nurluqman pada tahun 1997 Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang berjudul ”Urgensi Kecerdasan Emosional Sebagai Paradigma Baru Pendidikan Anak Di Lingungan Keluarga.” Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini memaparkan tentang pentingya mengembangkan dan menjadikan paradigma emosional inteligensi sebagai konsep yang harus mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam lingkungan pendidikan formal maupun non formal, namun penelitian ini juga tidak memisahkan antara urgensi aspek-aspek kecerdasan yang lain termasuk didalamnya kecerdasan spritual dengan memberikan nilai yang berlebihan terhadap aspek kecerdasan emosional sebagai paradigma yang begitu penting dalam usaha mendidik dan membesarkan anak.
Skripsi selanjutnya berjudul ” Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU Lab School  Jakarta Timur.” Skripsi ini ditulis oleh Amalia Sawitri Wahyuningsih tahun 2004 Universitas Persada Indonesia Y.A.I Jakarta. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaf yang mengukur tentang hubungan antara emosional inteligensi dengan prestasi belajar siswa. Analisi datanya dengan menggunakan Produc Momen dan nilai koefisien reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Skripsi dengan judul “Peranan Kecerdasan Emosional dalam Meningkatkan Kualitas Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa AMK Kosgoro I Lawang Malang” yang ditulis oleh Andik Bambang tahun 2004 Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini dilatar belakangi oleh pendapat para ahli yang mengatakan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20% dalam menentukan keberhasilan hidup. Sedangkan 80% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain.
Dari beberapa penelitian di atas, ada yang memiliki persamaan judul maupun pembahasan yang akan dibahas dalam skripsi yang akan peneliti tulis. Namun persamaan itu hanya terdapat pada satu segi saja seperti pada Emosional Inteligensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belum ada satu skripsipun yang membahas tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional Inteligensi Terhadap Akhlak Siswa, yang akan dilakukan penelitian pada siswa kelas II MAN 03 Malang.

2. Kecerdasan Emosional

a. Definisi Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman[10] emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).  Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
1)      Amarah           : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
2)      Kesedihan       : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi   diri,
putus asa
3)      Rasa takut       : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri
4)      Kenikmatan     : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
5)      Cinta               : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
6)      Terkejut           : terkesiap, terkejut
7)      Jengkel            : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8)      Malu                : malu hati, kesal[11]
Dari beberapa pengertian tentang emosi diatas dapat disipulkan emosi adalah keadaan atau dorongan untuk bertindak sehingga mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.

b. Definisi kecerdasan emosional

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”[12]
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.[13]
Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan  dan tekanan lingkungan.[14]
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.”[15]
David Coleman memberikan penjelasan melalui ciri-ciri orang yang memilikin kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:
1)      Memiliki pengaruh: melakukan taktik persuasi secara efektif.
2)      Mampu berkomuniasi: mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan.
3)      Manajemen konflik: merundingkan dan menyelesaikan pendapat.
4)      Kepemimpinan: menjadi pemandu dan member ilham.
5)      Katalisator perubahan: mengawali, mendoroang, atau mengelola perubahan.     [16]
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

c. Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
1)   Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.[17]
2)   Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam  menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.[18]
3)  Memotivasi Diri Sendiri
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
4)  Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.[19]
5)  Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.[20] Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional
3. Definisi Akhlak
Definisi Akhlak dari segi etimologi adalah berasal dari kata Al-Khalqa dan Al-khulqu yang bermakna satu, sebagaimana kata Asy Ayarabu dan Asy Syurabu. Tetapi ketika harokat fathanya disukunkan pada huruf Kha’ dalam kata al-Khalqu, maka ia bermakna suatu keadaan dan gambaran yang bisa dirasakan oleh pandangan. Sedangkan tatkala harakatdhammahnya dikhususkan pada kha’nya, maka ia bermakan suatu kekuatan dan peragai yang bisa dirasakan oleh pandangan hati.[21]
Sedangkan Al-Qhazali mengatakan “Bagaimana orang mengatakan si A itu baik khalqunya dan Khuluqnya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat batinya”. Dalam pengertia sehari-hari, “akhlaq” umumnya disamakan artinya dengan arti kata “budi pekerti” atau “kesusilaan” atau “sopan santun” dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata “moral” atau “etic” dalam bahasa ingris. Dalam bahasa Yunani, untuk pengertian “akhlaq” ini dipakai kata “ethos” atau “ethikos” yang kemudian menjadi “etika” dalam istilah bahasa Indonesia.
Definisi “akhlak” dilihat dari segi terminologi di kemukakan oleh para ahli. Diantaranya sebuah definisi dari Ibnu Maskawaih menyatakan, bahwa yang disebut “akhlaq” adalah:
حال للنفس داعية لها الى افعا لها من غير فكروروية.
Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”.
Dengan kalimat yang agak berbeda, Iman Al-Ghazali mengemukakan definisi “akhlaq” sebagai berikut:
الخلق عبارةعن هئة في النفس راسخة عنها تصدرالافعال بسهولة ويسرمن غيرحاجةالى فكلروروية.
Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).[22]
Jadi pada hakekatnya Khulk (budi pekerti) atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia (akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah bukit pekerti yang tercela.
b. Dasar Akhlakul Karimah
Akhalakul Karimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari iman yang benar dan sempurna. Diantara para ahli mnegatakan bahwa akhlak itu adala instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir dan ada pula yang mengatakan bahwa akhlak itu adalah hasil dari pendidikan dan latihan serta perjuangan. Pendapat ini dapat memudahkan kita untuk mengkaji akhlak itu dalam penempatannya pada kedudukannya yang seharusnya. Secara sederhana bahwa akhlak itu merupakan hasil usaha dalam pendidikan dan melatih sungguh-sungguh potensi yang dimiliki manusia yang merupkan pembawaan sejak lahir. Jika pendidikan itu benar, yaitu menuju pada kebaikan, maka lahirlah perbuatan baik dan jika pendidikannya salah, maka lahirlah perbuatan yang tercela. Jadi sebenarnya yang menjadi dasar akhlakul karimah adalah pendidikan dan laihan untuk selalu berbuat baik.[23]
c. Faktor Akhlak
Toto Tasmara dalam bukunya Kecerdasa Ruhaniayah mengatagorikan akhlakul karimah kedalam sifat-sifat Rasulullah, yang mana Rasulullahlah yang memiliki akhlakul karimah yang paling sempurna. Toto Tasmara menyingkatnya dengan kata SIFAT singkatan dari siddiq, istiqomah, fathanah, amanah, dan tablihg. Tentu saja akhlak beliau tidak dapat dibatasi pada lima kata tersebut karena beliu adalah bentuk hidup dari aktualisasi Al-Qur’an yang sangat multidimensi dan sangat luas batasannya.[24]
1) Siddiq
Siddiq atau Kejujuran adalah komponen ruhaniyah yang memantulkan berbagai sikap terpuji (honorable, respectable, creditable, maqamam mahmudah). Mereka berani menyatakan sikap secra transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan (free from fraud or deception). Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus (openmainded and straight forwardness). Sehingga mereka memiliki keberanian moral yang sangat kuat. Seorang sufi terkenal, yaitu al-Qusyairi, mengatakan bahwa siddiq adalah orang yang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan batinnya.[25]
Ada beberapa cirri-ciri orang disebut siddiq adalah sebagai berikut: jujur pada diri sendiri, jujur terhadap orang lain, jujur terhadap allah, menyebarkan salam. Sedangkan lawan dari siddiq adalah kidzib yang berarti berbohong atau berdusta. Islam mengajarkan kita untuk menghindari sifat bohong karena akan merusak hubungan sosial dan merugikan diri sendiri.
2) Istiqamah
Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang malahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata taqwim menuju pula pada bentuk yang sempurna (qiwam),
ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (at-Tiin:4)
Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Ada tiga derajat peringat istiqamah, yaitu menegakkan atau membentuk sesuatu (taqwim) menyehatkan dan meluruskan (isqamah), dan berlaku lurus (istiqamah). Taqwim menyangkut disiplin jiwa, isqamah berkaitan dengan penyempurnaan, dan istiqamah berhubungan dengan tindakan mendekatkan diri kepada Allah.”[26] Adapun lawan kata dari istiqhomah tidak teguh pendirian dan tidak konsisten terhadap apa yang dia ucapakan atau perbuat.
Sedangkan ciri-ciri orang yang disebut sebagai orang yang istiqomah adalah mereka mempunyai tujuan, mereka adalah orang yang kreatif, mereka sangat menghargai waktu, mereka bersikap sabar.
3) Fathanah
Pada umunya, fathanah diatikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan terhadap bidang tertentu padahal makan fathanah merupakan kecerdasan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama spiritual.
Seorang yang memiliki sifat fathah, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran professional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur. Seorang yang fathanah itu tidak saja cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berfikir dan bertindak. Sedangkan lawannya adalah bodoh, yakni melakukan perbuatan bodoh (jahil).
Cir-ciri orang fathanah adalah Diberi Hikmah Dan Ilmu, mereka berdisiplin dan proaktif, mampu memilih yang terbaik.
4) Amanah
amanah merupakan dasar dari tanggung jawab, kepercayaan, dan kehormatan serta prinsip-prinsip yang melekat pada mereka yang cerdas secara ruhani. Di dalam nilai diri yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat yaitu: 1) Rasa tanggung jawab (takwa), 2) kecanduan kepentingan dan sense of urgency, 3) Al-Amin, krideble, ingin dipercaya dan mempercayai, 4) Hormat dan di hormati (honorable).[27] Lawan dari kata amanah adalah berkhianat atau tidak bertanggung jawab terhadap apa yang telah menjadi tanggungannya.
5) Tablihg
Kata tablihg di dalam al-Qur’an disebut dalam bentuk kata kerja (fi’il) sedikitnya ada sepuluh kali (al-Maidah:67, al-Azhab: 62 68, al-Ahqaaf: 23, al-Jin: 28, al-A’raaf: 79, 92, Huud: 57) yang merupakan bentukan dari akar kata balagha-yublahgu-tabliighan.artinya proses menyampaika sesuatu untuk mempengaruhi orang lain melalui lambing-lambang yang berarti (the process of transmitting the meaningful symbol).
Nilai tablihg telah memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi (communication skill), kepemimpinan, pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya insani dan kemampuan diri untuk mengelola sesuatu.
K. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MAN 03 Malang, Tepatnya di Jl. Bandung Gg.03 Malang, letak geagrafis lokasi sekolah berada pada kawasan dekat dengan pemukiman masyarakat heterogen dan pusat-pusat perbelanjaan, sehingga itu tidak menutup kemungkinan para siswa akan terpengaruh terhadap lingkungan sekiatar. Seperti membolos sekolah karena jalan-jalan ke mal. Oleh karena itu diperlukan kajian pengaruh kecerdasan emosional inteligensi terhadap akhlak siswa kelas II MAN 03 Malang.
2. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitan ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang kami ambil dalam bentuk angka akan diproses secara statistik.[28] Dan dideskripsikan secara deduksi yang berangkat dari teori-teori umum, lalu dengan observasi untuk menguji validitas keberlakuan teori tersebut ditariklah kesimpulan. Kemudian di jabarkan secara deskriptif, karena hasilnya akan kami arahkan untuk mendiskripsikan data yang diperoleh dan untuk menjawab rumusan.
Sedangkan jenis penelitiannya berdasarkan tempat  adalah penelitian lapangan (field research) dan studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk melakukan pengumpulan data dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Penelitian lapangan (field research) digunakan pengumpulan data dari objek penelitian, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif yang diperlukan, dan jenis penelitian berdasarkan tekniknya adalah Survey Research (Penelitian Survei), karena tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
3. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Correlation Studies, rancangan ini sangat sederhana, dua sekor dikumpulkan, satu set untuk satu variabel yang dicakup dalam penelitian dihubungkan dengan variabel lainnya. Koefisien relasi menunjukkan kekuatan hubungan antar varibel.[29]
4. Data dan Sumber Data
Sumber  data dalam penelitian kuantitatif ini adalah berupa data primer dan sekunder. Data primer diambil berdasarkan hasil pengumpulan data melalui angket yang dibagikan kepada responden secara langsung, serta melalui observasi langsung terhadap objek. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui laporan prestasi belajar siswa yang dapat berupa buku raport.
5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Burhan Bungin populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, segala, nilai, paristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-obejk ini dapat menjadi sumber data penelitian.[30] Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II MAN 03 Malang yang berusia 16-17 tahun.
Jumlah seluruh siswa kelas II MAN 03 Malang selurunya adalah 252 siswa. Karena terlalu banyaknya populasi maka perlu diadakan teknik pengambilan sampel dengan menggunkan cara penarikan sample dari populasi. Sampel yang digunakan adalah sampling random (random sampling), dengan penentuan besar sampelnya berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan bahwa jika jumlah populasinya lebih dari 100 maka dapat diambil 15% dari populasi.[31]
6. Instrumen Penelitian
Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
a. Uji Validitas
Validitas lebih berupa derajat kedekatan kepada kebenaran dan bukan masalah sama sekali banar atau sekali salah. Validitas adalah suatu proses yang tak perah berakhir. Suatu cara pengukuran yang telah lama sekali diyakini akan validitasnya, suatu ketika ditemukan bukti-bukti baru aka kesalahan atau kekurangannya, sehingga dilakukan penyempurnaan atau peurbahan prosedur dan alat ukur tersebut.[32]
Uji validitas item yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya yang bertujuan untuk memilih item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diselidiki. Cara perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengorelasikan skor tiap item dengan skor total item.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas yang mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk menguji tingkat validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik Regresi liner sederhana.
Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah melalui analisis butir-butir, dimana untuk menguji setiap butir skor total valid tidaknya suatu item dapat diketahui dengan membandingkan antara angka regresi linier sederhana (r Hitung) pada level signifikansi 0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana nilai korelasinya lebih besar dari 0,3.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah menunjuk pada tingkat keterdalaman sesuatu. Data yang reliabel adalah data yang dihasilkan dapat dipercaya dan diandalkan. Apabila datanya memang banar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama.[33]
Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item dengan tingkat signifikansi 0,05 sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item tersebut dikatakan reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas instrumen ini.
Rumus Alpha Cronbach[34]:

7. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi
Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang kita kehendaki.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.
Lexi J. Moleong mendefinisikan dokumen sebagai setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan aseorang penyidik.[35]
Menurut Guba dan Lincoln, (1981) Penggunaan metode dokumen dalam penelitian ini karena alasan sebagai berikut.[36]
1)      Merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.
2)      Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
3)      Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
4)      Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
5)      Dokumentasi harus dicari dan ditemukan.
6)      Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
c. Angket
Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan kepeneliti.[37]
Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat langsung dan tertutup. Artinya angket yang merupakan daftar pertyanyan diberikan langsung kepada mahasiswa sebagai subyek penelitian, dan dakam mengisi angket, mehasiswa diharuskan memilih karena jawaban telah disediakan.
8. Analisis Data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga tahap utama:
  1. Persiapan: mengecek nama, isian, dan macam data.
  2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis data, dan coding dalam coding form.
  3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian:
  4. Penelitian deskriptif : presentase dan komparasi dengan criteria yang telah ditentukan
  5. Penelitian komparasi: dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis data.
  6. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya dengan t-test.
Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah, maka sebelum di analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum dianalisis dengan tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik analisa data untuk kuantitatif menggunakan metode statistic, dan agar mudah biasanya di bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel, dll. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian, yaitu: statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan statistik non parametris. Dalam penelitian ini, menggunakan statistik inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam penelitian ini.
Bila persyaratan penggunaan teknik analisis statistik benar, maka hasilnya dapat digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau menerima teori yang diujinya. Sebagimana diketahui bahwa tujuan akhir penelitian kuantitatif ialah untuk menguji teori. Oleh karena itu, lengkapnya data yang dikumpulkan dari uji validitas dan uji reliabilitas merupakan criteria mutu hasil penelitian. Sebab, data yang tidak valid dan tidak reliable berarti data itu salah dan tidak dapat dipercaya, sehingga kalau data itu dianalisis, hasilnya juga akan salah.
Berdasarkan skala pengukurannya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval dan ordinal, data interval yaitu data yang selain mengandung unsur penamaan urutan juga memiliki sifat interval (selangnya bermakna). Disamping itu data ini memiliki ciri angka nolnya tidak mutlak. Skala interval memiliki ciri matematis additivity, artinya kita dapat menambah atau mengurangi.  Sedangkan data ordinal adalah  digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala Likert.
Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data dengan metode statistik parametik. Karena statistik parametik dapat dilakukan jika sample yang akan dipakai berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini minimal 30 sampel dan menggunakan yang berupa data interval dan ordinal. Ini sangat berkaitan dengan data Interval yang telah digunakan sebelumnya.
Dalam penelitian ini, menggunakan analisis korelasi. Karena digunakan untuk menguji hubungan antara 2 variabel atau lebih, apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut.
Untuk menguji penerimaan atau penolakan Ho telah ditentukan untuk menggunakan 2 arah (two sided test). Tahap dari penggunaan rumus korelasi diatas adalah:
a)    Menggunakan rumus korelasi untuk mendapatkan r hitung
b)   Menentukan tingkat signifikansi (level of significance) yaitu sebesar 5 %.
c)    Melihat nilai kritis menurut table nilai t dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %.
d)   Mengambil kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho dengan membandingkan antara nilai r hitung dan r tabel.
L. Sistematika Penulisan Pembahasan
Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan skripsi ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika pembahasan ini sebagai berikut.
Bab I, merupakan kerangka dasar yang berisi latar belakang, rumusan   masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II, berisi tentang kajian pustaka, dengan bab ini dapat dijadikan dasar untuk penyajian dan analisis data yang ada relevansinya dengan rumusan masalah.
Bab III, berisi tentang metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian, diantaranya: pendekatan dan jenis penelitia, data dan sumber data, populasi dan sampel, intrumen, pengumpulan data, dan análisis data.
Bab IV, berisi tentang laporan hasil penelitian terdiri atas latar belakang obyek, penyajian dan analisis data.
Bab V, berisi tentang paparan data dan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan.
Bab VI, penutup dari seluruh rangkaian pembahasan yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
M. Pustaka Sementara
Agustian, Ary Ginanjar. 2001.Rahasian Sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual (The ESQ way 165). Jakarta: Arga.
Anne Craig, Jeanne. 2004. Bukan seberapa cerdas diri anda tetapi bagaiman anda cerdas/alih bahsa Arvin saputra. Batam: Interaksara.
Aritkunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: rieneka.
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif). Malang: UIN Press.
Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Appolo.
Goleman, Daniel. 2000. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2002. Emitional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.
Moleong,  Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mu’adz, Haqiqi Ahmad. 2003. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah (terjemahan). Malang: Gajayana Tauhid Press.
Shapiro, Lawrence E. 1997. Mengajarkan Emosional Inteligensi Pada Anak/Lawrence E. Shapiro; alih bahasa, Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Shofiana, Ana. Video Pemerkosaan Anak SMP Beredar di Lampung. (http://m.detik.com./jumat, 11 September 2009 | 08:50 WIB)
Suharsono. 2005. Melejitkan IQ, EQ, SQ. Depok, Inisiasi Press.
Tuti. Kecerdasan Emosional (http;//tuti.azzahra-university.ac.id. Selasa 15-12-2009. 12:00 WIB)
Tawuran, Lengan Siswa Nyaris Putus. (Http;//Kompas.com. Jumat, 11 September 2009 | 08:45 WIB)
Tatapangarsa, Humaidi. 1982. Pengantar Ilmu Akhlak. Surabaya, PT. Bina Ilmu.
Toto Tasmara. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah (Transendental Inteligence). Jakarta: Gema Insani.
Yuswianto. 2002. “Metodologi Penelitian.” Buku Ajar, Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

[1] Tuti. Kecerdasan Emosional/ http;//azzahra-university.ac.idselasa 15-12-2009. 12:00 WIB
[2] Jeanne Anne Craig. Bukan seberapa cerdas diri anda tetapi bagaiman anda cerdas/alih bahsa Arvin saputra. (Batam: Interaksara,2004).hlm 19
[3] Suharsono. Melejitkan IQ, EQ, SQ. (Depok: Inisiasi Press,2005). hlm 115
[4] http;//Kompas.com. Tawuran, Lengan Siswa Nyaris Putus. Jumat, 11 September 2009 | 08:45 WIB.
[5] Ana Shofiana S. Video Pemerkosaan Anak SMP Beredar di Lampun. http://m.detik.com./jumat, 11 September 2009 | 08:50 WIB.
[6] Suharsono. Op., Cit., hlm 116
[7] *Ibid. hlm 119
[8] Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. (Surabaya: Appolo, 1997) hlm 484
[9] Ary Ginanjar Agustian. Rahasian Sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual (The ESQ way 165). (Jakarta: Arga, 2001). Hlm 41
[10] Daniel Golman. Emitional Intelligence (terjemahan). (Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002). hlm. 411
[11] *Ibid. Hlm. 411
[12] Lawrence E Saphiro. Mengajarkan Emosional Inteligensi Pada Anak/Lawrence E. Shapiro; alih bahasa, Alex Tri Kantjono. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1997). Hlm. 8
[13] *Ibid. hlm. 10
[14]Daniel Goleman. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). (Jakarta : PT. Gramedia  Pustaka Utama 2000). Hlm. 180
[15] Daniel Goleman (2002). Op., Cit., hlm. 52
[16] Toto Tasmara. Kecerdasan Ruhaniyah (Transendental Inteligence). (Jakarta: Gema Insani, 2001). Hlm 229
[17] *Ibid. Hlm. 64
[18] *Ibid. Hlm. 77-78
[19] *Ibid. Hlm. 57
[20] *Ibid. Hlm. 59
[21] Ahmad Mu’adz Haqiqi. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah (terjemahan). (Malang: Gajayana Tauhid Press, 2003). Hlm 20
[22] Humaidi Tatapangarsa. Pengantar Ilmu Akhlak. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982). Hlm. 7-8
[23] Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. (Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm. 46
[24] Toto Tasmara. Op.,Cit., Hlm 189
[25] *Ibid. hlm. 190
[26] *Ibid. hlm. 203
[27] *Ibid. hlm. 222
[28] Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rieneka Cipta. 2002). Hlm. 10
[29] Yuswianto. “Metodologi Penelitian.” Buku Ajar, Fakultas Tarbiyah UIN Malang 2002. Hlm. 23-26
[30] Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm. 100
[31] Suharsimi Arikunto. Op., Cit., hlm. 112
[32] Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif). (Malang: UIN Press, 2009). Hlm 195
[33] Suharsimi Arikunto. Op., Cit., hlm 154
[34] *Ibid. hlm 171
[35] Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007) hlm. 216
[36] *Ibid. hlm 217
[37] Burhan Bungin. Op., Cit., hlm 123