Laman

Sabtu, 11 Mei 2013

makalah profesional guru tentang belajar mengajar yang profesional



BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak. Namun peranan guru sangatlah besar di dalamnya. Guru merupakan pihak yang terlibat langsung dari proses kegiatan belajar mengajar dan membuatnya menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tidak heran jika profesi guru memiliki banyak tuntutan baik tuntutan dari dalam maupun tuntutan dari luar.
Setidaknya ada 3 kewajiban dari seorang pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 40 Ayat 2, yakni sebagai berikut:
1.    Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
2.    Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
3.    Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pada poin ketiga secara tidak langsung dapat kita lihat jika seorang guru itu dituntut secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mutu pendidikan yang dimaksud bukan hanya perbaikan mutu dari dalam melainkan juga mutu dari luar. Oleh karenanya guru dituntut bukan hanya profesional dalam mengajar saja melainkan juga guru dituntut untuk bisa membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar. Tidak mungkin proses pendidikan akan berhasil dan memberikan hasil SDM yang berkualitas jika tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Dalam membangun hubungan yang harmonis ini memerlukan kemampuan guru dalam bergaul dan berkomunikasi dengan masyarakat atau biasa disebut kompetensi sosial. Kompetensi sosial ini merupakan salah satu kompetensi yang mejadi syarat agar seorang guru dapat dikatakan guru yang profesional. Seperti yang dijelaskan dalam Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir d, kompetensi sosial adala kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Oleh karenanya untuk melabeli dirinya sebagai seorang guru yang profesional maka guru tersebut tidak akan bisa tanpa menjalankan kompetensi sosialnya.
Ilmu pengetahuan memang sangat penting dalam proses pedidikan. Namun proses transfer ilmu pengetahuan ini tidak akan bisa berjalan lancar jika guru tidak memiliki kecerdasan sosial. Karena dengan kecerdasan sosial inilah yang akan menentukan seorang guru dapat diterima atau tidak bukan hanya oleh siswa di sekolah tapi juga oleh masyarakat sekitar. Kecerdasan sosial guru akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat sekitar untuk percaya atau tidak dengan proses pendidikan yang ada.

















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi Sosial
Untuk dapat memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan pembelajaran, seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang disebut juga kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Berarti kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Kompetensi bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum berkaitan dengan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi paedagogik dan profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, serta kemahiran untuk melaksanakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Namun, kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat melaksanakan tugas.
Pengembangan kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman dalam tugas. Padahal, berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat yang bermasalah dan berpenyakit masyarakat”, seperti hedonis, KKN, materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di lembaga pendidikan, dan telah membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa luntur setelah berinteraksi dengan masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya hidup anak-anak, remaja dan pemuda.
Dengan demikian guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.
Pakar psikologi pendidikan Gadner menyebut kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner.
Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu.
Relevansi dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komprehensif, atau pendekatan multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotional intellegence. Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan. Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena himpitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Kompetensi sosial ialah kemampuan seorang guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.


B.  Indikator Kompetensi Sosial Guru
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi
1.    aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya,
2.    pertimbangan sebelum memilih jabatan guru,
3.    mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Tujuh kompetensi sosial  (Mulyasa) :
a.       Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama
b.      Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi
c.       Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi
d.      Memiliki pengetahuan tentang estetika
e.       Memiliki pengetahuan tentang kesadaran sosial
f.       Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan (etos kerja, Standar Pelayanan Minimal)
g.      Setia terhadap harkat dan martabat kemanusiaan.
Arikunto mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator:
1.    interaksi guru dengan siswa
2.    interaksi guru dengan kepala sekolah
3.    interaksi guru dengan rekan kerja
4.    interaksi guru dengan orang tua siswa
5.    interaksi guru dengan masyarakat.
Selain itu ada juga indikator yang diungkapkan oleh Irwan Nasution dan Amiruddin Siahaan mengenai kompetensi sosial seorang guru, yaitu :
a.    Berkomunikasilisan,tulisan,danisyarat
b.    Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c.    Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sisitem nilai yang berlaku.
d.   Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

C. Peran Sosial Guru Dalam Masyarakat
Keberadaan guru di tengah masyarakat bisa dijadikan teladan dan juga rujukan maasyarakat sekitar. Disinilah nilai strategis seorang guru sebagai penebar cahaya kebenaran dan keagungan nilai terpancar kuat. Hal ini meniscayakan seorang guru untuk selalu On The Right Track (pada jalan yang benar), tidak menyimpang dan tidak berbelok, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik, dan aturan pemerintah.
Posisi strategis seorang guru tidak hanya bermakna pasif, justru harus bermakna Aktif Progresif. Dalam arti, guru harus bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik dan perfect di segala aspek kehidupan, khususnya pengetahuan moralitas, sosial, budaya, dan ekonomi kerakyatan. Karena itu guru memiliki bebrapa peran penting di tengah masyarakat, antara lain:


1.Pendidik
Ilmu seorang guru, khususnya guru agama harus ditularkan kepada masyarakat agar nilai kemanfaatannya lebih besar, tidak hanya diberikan kepada anak-anak di sekolah orang tua murid juga perlu diberikan pencerahan ilmu tentang pentingnya tanggung jawab dihadapan Allah SWT, pentingnya mendidik anak secara bertanggung jawab, wajibnya bekerja yang halal, dijauhkan dari pekerjaan yang dilarang dan menekankan hidup bersama yang harmonis, kolektif dan dinamis bersama elemen masyarakat lain.

2. Penggerak Potensi
Pada hakikatnya masyarakat mempunyai potensi bear sebagai sekumpulan manusia yang dianugrahi kemampuan lahir dan bathin oleh Allah SWT. Belum lagi potensi Alam dan lingkungan ketidakmampuan masyarakat membaca potensi, menangkap peluang dan memanfaatkannya secara maksimal harus dijembatani oleh seoarang guru.
Selain sebagai pendidik ia juga seoarang penggerak yang aktif menggerakkan potensi besar ummat untuk kesejahteraan dan kemajauan. Jangan sampai potensi besar alam, misalnya dimanfaatkan oleh pihak industri untuk melakukan eksploitasi secara semena-mena sementara rakyat sekitar tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini banyak terjadi di banyak tempat. Masyarakat akhirnya diam saja, karena takut terhadap berbagai ancaman kalau berani mengusik kepentingan pihak industri yang di backup penuh kalangan pemerintah dan pihak keamanan.

3. Pengatur Irama
Dalam kehidupan sosial, pada dasarnya potensi masyarakat sangat banyak, bervariasi dan kompleks. Potensi tersebut ada pada generasi tua dan muda, kalangan kelas atas menengah dan bawah. Jika tidak ada yang mengelola dan mengatur irama permainan, maka potensi tersebut tidak dapat menghasilkan bunyi orkestra yang enak dan indah didengar, justru sebaliknya, masing-masing “bermain” dengan gaya iramanya sendiri-sendiri. Akhrnya, tidak terwujud tim yang sinergis, solid dan professional. Disinilah peran seorang guru sebagai pengatur irama, harus jeli membaca potensi seseorang menempatkannya pada posisi yang tepat, dan mengatur irama permainan yang saling melengkapi, menyempurnakan, dan menutupi kelemahan masing-masing. Jadilah ia sebuah kekuatan dahsyat yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial. Seorang guru harus bisa menjaadikan orang tua sebagai figur stabilitator, pelindung, dan penjaga yang mengawasi anggotanya dalam kegiatan, sementara anak-anak muda dijadikan figur dinamisator yang mampu menggerakkan potensi mereka demi kemajuan bersama.

4. Penengah Konflik
Setiap orang pasti mempunyai masalah, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun orang lain. Dan, setiap orang belum tentu mampu memecahkan masalah sendiri dengan kepala dingin, cerdas dan tangkas. Ada bahkan banyak dari mereka yang menyelesaikan masalah dengan emosional, nudah menghakimi orang lain. Akibatnya, kehidupan sosial kurang harmonis.
Disinilah peran guru sebagi pengah konflik yaitu mampu mencari solusi dari permasalahan yang ada dengan kepala dingin, mengedepankan akal dan hati dari pada nafsu amarah, mengutamakan pendekatan psikologi persuasif daripada emosional oportunis sanagat dinantikan demi tercapainya kerukunan warga.

5. pemimpin kultural
Peran-peran diatas dengan sendirinya menempatkan seoarang gurusebagai pemimpin yang lahir dan muncul dari bawah secara alami, bakat, potensi, aktualisasi, dan kontribusi besarnya dalam pemberdayaan potensi masyarakat.
Seorang guru lebih enjoy bersama rakyat yang bebas dari kepentingan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kalau masyarakat akhirnya mendesak untuk menduduki kepemimpinan formal, ia akan berkkonsultasi dengan banyak elemen masyarakat, bagaiman tingkat akseptabilitas dan resistensinya, lebih manfaat dan maslahat mana menjadi pemimpin kultural an sich dan pemimpin kultural plus formal.
Kalau ternyata lebih bermanfat hanya menjadi pemimpin kultural, ia akan konsisten di jalur kultural yang luas dan tidak terbatas. Namun jika bermanfaat di jalur dua-duanya tanpa ada resistensi dan konflik, maka ia akan menempatinya, demi kemaslahatan berasama.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Guru bukan hanya bertugas dikelas. Guru juga merupakan panutan dan teladan bagi lingkungan. Sehingga, guru diharuskan dapat berkomunikasi juga dengan lingkungan. Dengan hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya, guru dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat guna melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja di sekolahnya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan tersebut. Contohnya, jika guru perempuan dapat aktif di PKK daerah tersebut, maka guru juga dapat mengajarkan ilmu atau keterampilan yang dimilikinya guna diajarkan kepada masyarakat. Jika guru laki-laki, dapat berperan dalam pembinaan karag taruna atau pembinaan terhadap remaja masjid atau mushalla di daerah pedalaman atau terpencil tersebut. Jadi, selain dapat mencerdaskan peserta didiknya, guru juga dapat membina serta bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya. Dengan demikian, guru dapat memberikan manfaat kepada lingkungan dimana ia ditugaskan serta dapat pula menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila guru tersebut telah berdedikasi terhadap lingkungannya, maka guru yang tidak betah tersebut dapat beradaptasi dan bertahan di tempat ia ditugaskan.











MAKALAH PROFIL PENDIDIK
KOMPETENSI SOSIAL PENDIDIK




 







OLEH :
SITI LUTFIATIN
20091010215

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AT-TAQWA
BONDOWOSO
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar