BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peningkatan mutu
pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak.
Namun peranan guru sangatlah besar di dalamnya. Guru merupakan pihak yang
terlibat langsung dari proses kegiatan belajar mengajar dan membuatnya menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tidak heran jika profesi
guru memiliki banyak tuntutan baik tuntutan dari dalam maupun tuntutan dari
luar.
Setidaknya ada 3 kewajiban dari seorang pendidik dan tenaga
kependidikan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 40 Ayat 2,
yakni sebagai berikut:
1.
Menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
2.
Mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
3.
Memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pada poin ketiga secara tidak langsung dapat kita lihat jika seorang
guru itu dituntut secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mutu
pendidikan yang dimaksud bukan hanya perbaikan mutu dari dalam melainkan juga
mutu dari luar. Oleh karenanya guru dituntut bukan hanya profesional dalam
mengajar saja melainkan juga guru dituntut untuk bisa membangun hubungan yang
harmonis dengan masyarakat sekitar. Tidak mungkin proses pendidikan akan
berhasil dan memberikan hasil SDM yang berkualitas jika tidak mendapatkan
dukungan dari masyarakat.
Dalam membangun hubungan yang harmonis ini memerlukan kemampuan guru
dalam bergaul dan berkomunikasi dengan masyarakat atau biasa disebut kompetensi
sosial. Kompetensi
sosial ini merupakan salah satu kompetensi yang mejadi syarat
agar seorang guru dapat dikatakan guru yang profesional. Seperti yang
dijelaskan dalam Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir d, kompetensi
sosial adala kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Oleh
karenanya untuk melabeli dirinya sebagai seorang guru yang profesional maka
guru tersebut tidak akan bisa tanpa menjalankan kompetensi sosialnya.
Ilmu pengetahuan memang sangat penting dalam proses pedidikan. Namun
proses transfer ilmu pengetahuan ini tidak akan bisa berjalan lancar jika guru
tidak memiliki kecerdasan sosial. Karena dengan kecerdasan sosial inilah
yang akan menentukan seorang guru dapat diterima atau tidak bukan hanya oleh
siswa di sekolah tapi juga oleh masyarakat sekitar. Kecerdasan sosial guru akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat sekitar untuk percaya atau tidak
dengan proses pendidikan yang ada.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kompetensi Sosial
Untuk dapat
memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan pembelajaran,
seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang disebut juga
kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Berarti kompetensi
mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan;
kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk
memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Kompetensi
bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum berkaitan dengan empat aspek,
yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional, c) kepribadian, d) sosial.
Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu
proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi
paedagogik dan profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
pendidikan, serta kemahiran untuk melaksanakannya dalam proses belajar
mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses
pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Namun, kompetensi
kepribadian dan sosial, yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan
sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang
guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat
melaksanakan tugas.
Pengembangan
kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga
resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan
situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman
dalam tugas. Padahal, berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat
yang bermasalah dan berpenyakit masyarakat”, seperti hedonis, KKN,
materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak
sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di
lembaga pendidikan, dan telah membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa
luntur setelah berinteraksi dengan masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat
kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya hidup anak-anak, remaja dan pemuda.
Dengan
demikian guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar,
metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang
tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus
memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.
Pakar
psikologi pendidikan Gadner menyebut kompetensi sosial itu sebagai social
intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu
dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam,
dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner.
Semua
kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di
antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi,
beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang
berpikir dan atau mengerjakan sesuatu.
Relevansi
dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan
berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan
kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa
ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat
dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komprehensif,
atau pendekatan multidisiplin.
Kecerdasan
lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi
(personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotional
intellegence. Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan.
Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena himpitan kesulitan
ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari
uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa kompetensi sosial
adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi
kepada orang lain. Kompetensi sosial ialah kemampuan seorang guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
B. Indikator Kompetensi Sosial Guru
Guru yang efektif
adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan
pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses
komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar”. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi
sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Asian Institut for Teacher
Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau
kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran
sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi
1.
aspek
normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus
beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan
dalam melaksanakan tugasnya,
2.
pertimbangan
sebelum memilih jabatan guru,
3.
mempunyai
program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan
pendidikan.
Johnson sebagaimana
dikutip Anwar mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru.
Tujuh kompetensi sosial (Mulyasa) :
a.
Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama
b.
Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi
c.
Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi
d.
Memiliki pengetahuan tentang estetika
e.
Memiliki pengetahuan tentang kesadaran sosial
f.
Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan (etos kerja,
Standar Pelayanan Minimal)
g.
Setia terhadap harkat dan martabat kemanusiaan.
Arikunto mengemukakan
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik
dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan
dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru
tercermin melalui indikator:
1.
interaksi
guru dengan siswa
2.
interaksi
guru dengan kepala sekolah
3.
interaksi
guru dengan rekan kerja
4.
interaksi
guru dengan orang tua siswa
5.
interaksi
guru dengan masyarakat.
Selain itu ada juga indikator yang
diungkapkan oleh Irwan Nasution dan Amiruddin Siahaan mengenai kompetensi
sosial seorang guru, yaitu :
a.
Berkomunikasilisan,tulisan,danisyarat
b.
Menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c.
Bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik, bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sisitem nilai yang
berlaku.
d.
Menerapkan
prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
C.
Peran Sosial Guru Dalam Masyarakat
Keberadaan guru di
tengah masyarakat bisa dijadikan teladan dan juga rujukan maasyarakat sekitar.
Disinilah nilai strategis seorang guru sebagai penebar cahaya kebenaran dan
keagungan nilai terpancar kuat. Hal ini meniscayakan seorang guru untuk selalu
On The Right Track (pada jalan yang benar), tidak menyimpang dan tidak
berbelok, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik, dan
aturan pemerintah.
Posisi strategis seorang guru tidak hanya bermakna pasif, justru harus bermakna Aktif Progresif. Dalam arti, guru harus bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik dan perfect di segala aspek kehidupan, khususnya pengetahuan moralitas, sosial, budaya, dan ekonomi kerakyatan. Karena itu guru memiliki bebrapa peran penting di tengah masyarakat, antara lain:
Posisi strategis seorang guru tidak hanya bermakna pasif, justru harus bermakna Aktif Progresif. Dalam arti, guru harus bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik dan perfect di segala aspek kehidupan, khususnya pengetahuan moralitas, sosial, budaya, dan ekonomi kerakyatan. Karena itu guru memiliki bebrapa peran penting di tengah masyarakat, antara lain:
1.Pendidik
Ilmu seorang guru,
khususnya guru agama harus ditularkan kepada masyarakat agar nilai
kemanfaatannya lebih besar, tidak hanya diberikan kepada anak-anak di sekolah
orang tua murid juga perlu diberikan pencerahan ilmu tentang pentingnya
tanggung jawab dihadapan Allah SWT, pentingnya mendidik anak secara bertanggung
jawab, wajibnya bekerja yang halal, dijauhkan dari pekerjaan yang dilarang dan
menekankan hidup bersama yang harmonis, kolektif dan dinamis bersama elemen masyarakat
lain.
2. Penggerak Potensi
Pada hakikatnya
masyarakat mempunyai potensi bear sebagai sekumpulan manusia yang dianugrahi
kemampuan lahir dan bathin oleh Allah SWT. Belum lagi potensi Alam dan
lingkungan ketidakmampuan masyarakat membaca potensi, menangkap peluang dan
memanfaatkannya secara maksimal harus dijembatani oleh seoarang guru.
Selain sebagai pendidik ia juga seoarang penggerak yang aktif menggerakkan potensi besar ummat untuk kesejahteraan dan kemajauan. Jangan sampai potensi besar alam, misalnya dimanfaatkan oleh pihak industri untuk melakukan eksploitasi secara semena-mena sementara rakyat sekitar tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini banyak terjadi di banyak tempat. Masyarakat akhirnya diam saja, karena takut terhadap berbagai ancaman kalau berani mengusik kepentingan pihak industri yang di backup penuh kalangan pemerintah dan pihak keamanan.
Selain sebagai pendidik ia juga seoarang penggerak yang aktif menggerakkan potensi besar ummat untuk kesejahteraan dan kemajauan. Jangan sampai potensi besar alam, misalnya dimanfaatkan oleh pihak industri untuk melakukan eksploitasi secara semena-mena sementara rakyat sekitar tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini banyak terjadi di banyak tempat. Masyarakat akhirnya diam saja, karena takut terhadap berbagai ancaman kalau berani mengusik kepentingan pihak industri yang di backup penuh kalangan pemerintah dan pihak keamanan.
3. Pengatur Irama
Dalam kehidupan sosial,
pada dasarnya potensi masyarakat sangat banyak, bervariasi dan kompleks.
Potensi tersebut ada pada generasi tua dan muda, kalangan kelas atas menengah
dan bawah. Jika tidak ada yang mengelola dan mengatur irama permainan, maka
potensi tersebut tidak dapat menghasilkan bunyi orkestra yang enak dan indah
didengar, justru sebaliknya, masing-masing “bermain” dengan gaya iramanya
sendiri-sendiri. Akhrnya, tidak terwujud tim yang sinergis, solid dan
professional. Disinilah peran seorang guru sebagai pengatur irama, harus jeli
membaca potensi seseorang menempatkannya pada posisi yang tepat, dan mengatur
irama permainan yang saling melengkapi, menyempurnakan, dan menutupi kelemahan
masing-masing. Jadilah ia sebuah kekuatan dahsyat yang akan membawa perubahan
besar dalam kehidupan sosial. Seorang guru harus bisa menjaadikan orang tua
sebagai figur stabilitator, pelindung, dan penjaga yang mengawasi anggotanya
dalam kegiatan, sementara anak-anak muda dijadikan figur dinamisator yang mampu
menggerakkan potensi mereka demi kemajuan bersama.
4. Penengah Konflik
Setiap orang pasti
mempunyai masalah, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun orang lain. Dan,
setiap orang belum tentu mampu memecahkan masalah sendiri dengan kepala dingin,
cerdas dan tangkas. Ada bahkan banyak dari mereka yang menyelesaikan masalah
dengan emosional, nudah menghakimi orang lain. Akibatnya, kehidupan sosial
kurang harmonis.
Disinilah peran guru
sebagi pengah konflik yaitu mampu mencari solusi dari permasalahan yang ada
dengan kepala dingin, mengedepankan akal dan hati dari pada nafsu amarah,
mengutamakan pendekatan psikologi persuasif daripada emosional oportunis
sanagat dinantikan demi tercapainya kerukunan warga.
5. pemimpin kultural
Peran-peran diatas
dengan sendirinya menempatkan seoarang gurusebagai pemimpin yang lahir dan
muncul dari bawah secara alami, bakat, potensi, aktualisasi, dan kontribusi
besarnya dalam pemberdayaan potensi masyarakat.
Seorang guru lebih
enjoy bersama rakyat yang bebas dari kepentingan pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Kalau masyarakat akhirnya mendesak untuk menduduki
kepemimpinan formal, ia akan berkkonsultasi dengan banyak elemen masyarakat,
bagaiman tingkat akseptabilitas dan resistensinya, lebih manfaat dan maslahat
mana menjadi pemimpin kultural an sich dan pemimpin kultural plus formal.
Kalau ternyata lebih
bermanfat hanya menjadi pemimpin kultural, ia akan konsisten di jalur kultural
yang luas dan tidak terbatas. Namun jika bermanfaat di jalur dua-duanya tanpa
ada resistensi dan konflik, maka ia akan menempatinya, demi kemaslahatan
berasama.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Guru bukan hanya
bertugas dikelas. Guru juga merupakan panutan dan teladan bagi lingkungan.
Sehingga, guru diharuskan dapat berkomunikasi juga dengan lingkungan. Dengan
hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya, guru dapat bekerjasama dengan
tokoh masyarakat guna melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja di
sekolahnya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah
yang bersangkutan tersebut. Contohnya, jika guru perempuan dapat aktif di PKK
daerah tersebut, maka guru juga dapat mengajarkan ilmu atau keterampilan yang
dimilikinya guna diajarkan kepada masyarakat. Jika guru laki-laki, dapat
berperan dalam pembinaan karag taruna atau pembinaan terhadap remaja masjid
atau mushalla di daerah pedalaman atau terpencil tersebut. Jadi, selain dapat
mencerdaskan peserta didiknya, guru juga dapat membina serta bersosialisasi
dengan baik terhadap lingkungannya. Dengan demikian, guru dapat memberikan
manfaat kepada lingkungan dimana ia ditugaskan serta dapat pula menjalankan
tugasnya dengan baik. Apabila guru tersebut telah berdedikasi terhadap
lingkungannya, maka guru yang tidak betah tersebut dapat beradaptasi dan
bertahan di tempat ia ditugaskan.
MAKALAH
PROFIL PENDIDIK
KOMPETENSI
SOSIAL PENDIDIK
OLEH :
SITI
LUTFIATIN
20091010215
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM AT-TAQWA
BONDOWOSO
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar